Secaraetimologi kata sejarah berasal dari bahasa Arab syajaratun yang berarti pohon. Berikut ini bukan pengertian sejarah secara istilah, yaitu A. Tarikh B. Historia C.Istor D. Geschichte E. Gesch
Para sarjana, negarawan, penulis dan jurnalistik menggunakan kata peradaban apa adanya. Akan tetapi tampaknya tak ada seorang pun yang yakin tentang arti peradaban yang sesungguhnya. Peradaban telah menjadi sebuah kata yang universal. Kebanyakan orang yang memakai kata ini, tidak begitu memperhatikan implikasinya. Ini merupakan hal klise yang diulang oleh beberapa orang dalam kehidupan masyarakat. Pada kenyataannya, peradaban memiliki arti yang sangat berbeda bagi setiap orang. Penggunaan atau penyalahgunaan kata peradaban memunculkan beberapa pertanyaan seperti Apa itu peradaban? Apa unsur-unsur peradaban? Dan bagi kaum Muslim khususnya, peradaban menimbulkan sebuah pertanyaan penting, apakah relevansi peradaban terhadap Islam? Para sejarawan, Orientalis, sarjana Arab dan Islam telah menghasilkan beberapa literatur tentang peradaban Islam pada pertengahan abad kedua puluh, tetapi tak seorang pun di antara mereka memberikan pengertian yang jelas tentang peradaban ditinjau dari segi istilah. Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk meragukan beberapa hal dan berpura-pura mengerti tentang beberapa subjek, walaupun mereka sesungguhnya kurang memahami. Sebagian besar kaum intelektual juga berpura-pura mengerti tentang peradaban, tetapi mereka mungkin tidak mampu menjelaskannya kepada teman-teman dan kolega mereka. Pikiran manusia selalu mengelak; suka merasa puas dengan dugaan-dugaan yang samar daripada berpegang pada konsep-konsep yang sulit. Misteri selalu membangkitkan minat manusia untuk mengetahuinya. Kata peradaban, tampaknya menggugah minat kita semua. Bagaimanapun, ini menjadi tugas para sarjana untuk menjelaskan konsep-konsep yang sulit tersebut bagi para pemula. Pengertian Peradaban Para penulis Arab memberikan istilah yang berbeda-beda untuk kata peradaban. Sejarawan Islam pertama yang menulis tentang peradaban adalah Ibn Khaldun yang menggunakan kata `umran untuk menggambarkan konsep peradaban. Pengagum Ibn Khalid dan penerjemah al-Muqaddimah li Kitab al-`Ibrar ke dalam bahasa Inggris, Prof. Franz Rosenthal menerjemahkan `umran sebagai urbanization dan civilization.[i] Apa yang disebut dengan `umran pada abad keempat belas memiliki arti yang sama dengan pengertian civilization peradaban pada abad kedua puluh. Ibn Khaldun adalah seorang penggagas studi tentang peradaban di dunia. Tulisannya diilhami oleh visi sejarah yang unik. Ketika Ibn Khaldun menggunakan kata `umran, kata civilization belum ada dalam bahasa Inggris. Baru pada tahun 1772 M. istilah civilization muncul, tetapi Dr. Samuel Johnson 1709-84 M. seorang penulis kamus bahasa Inggris, menolak memasukkan kata civilization[ii] dalam kamusnya. Dia lebih suka menggunakan kata civilizaty untuk arti yang sama. “Sejak saat itulah kata civilizaty menjadi sebuah kata yang lazim digunakan dalam seluruh bahasa modern yang berarti jenis tertentu atau tahap budaya yang telah ada selama masa tertentu.” Kata civilization pertama kali digunakan dalam buku-buku berbahasa Inggris[iii] pada abad kesembilan belas Masehi. Oleh sebab itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kata dan konsep peradaban lahir di Eropa pada abad kesembilan belas Masehi. Secara etimologi, kata civilization berhubungan erat dengan kata urbanization. Kata civilization peradaban berasal dari bahasa Latin, civitas, yang berarti city kota. Alasan yang menegaskan asal kata ini adalah, bahwa setiap peradaban besar memiliki kota-kota besar dan karakteristik dasar peradaban yang paling mudah untuk diamati, ada di dalam kota.[iv] Beberapa antropolog juga menegaskan adanya fakta bahwa tiap-tiap peradaban meluas dari pusat kota, mempengaruhi daerah sekeliling, baik dalam bidang ekonomi, politik, mauopun budaya misalnya peradaban Mesir, Aztec, dan Yunani.[v] Dalam literatur Arab, kata `umran berasal dari kata kerja `amara yang berarti “wilayah atau rumah yang didiami, berpenduduk, padat penduduknya dan sejenisnya dalam sebuah daerah yang maju atau makmur, bukan di daerah terpencil atau padang pasir atau daerah tandus. Kata `umran juga bisa berarti daerah koloni, daerah pertanian, daerah subur, gedung dalam suatu wilayah yang pembangunannya baik. Kata `umran merupakan padanan kata dari bunyan, yang berati bangunan, struktur, gedung pencakar langit, atau bisa berarti kegiatan membangun.[vi] Dengan kata lain, `umran mempunyai implikasi kehidupan menetap yang menjadi dasar bagi semua peradaban. Ibn Khaldun menggunakan kata `umran berulang kali dalam hubungannya dengan studinya tentang perkotaan yang dibangun oleh para penguasa Islam atau dinasti kuno. Ibn Khaldun juga menggunakan kata hadharah [vii]di samping kata `umran . Tetapi hadharah di sini hanya memiliki arti secentary life kehidupan yang menetap. Kata hadharah pada masa Ibn Khaldun sendiri tidak berarti civilization peradaban. Penerjemah buku al-Muqaddimah menerjemahkan kata hadharah dari tulisan Ibn Khaldun sebagai sedentary menetap. Perubahan semantik kata hadharah terjadi dalam bahasa Arab modern. Penulis Arab modern menggunakan kata hadharah sebagai sinonim untuk civilization peradaban. Prof. Von Grunebaum[viii] menerjemahkan kata hadharah sebagai civilization. Secara literer, kata hadharah berarti daerah, distrik, atau wilayah dari suatu kota atau desa, dan kawasan pertanian.[ix] Lawan kata badw. Penulis Arab terkenal, Kurd Ali, mengefektifkan penggunaan kata hadharah dalam bukunya tentang peradaban, yang berjudul al-Islam wa al-Hadharah al-`Arabiyyah, yaitu Peradaban Arab dan Islam. Dr. Muhammad Abdul Hadi, penerjemah buku Adam Metz, Die Renaissance des Islam diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Khuda Bukhsh, dengan judul The Renaissance of Islam, Patna, 1937 dengan judul bahasa Arab al-Hadharah al-Islamiyyah fi al-Qarn al-Rabi` al-Hijri Cairo, 1957. Penerjemahan kata renaissance dalam buku Adam Metz yang berjudul Die Renaissance des Islam ke dalam bahasa Arab oleh Dr. Muhammad Abdul Hadi sebagai hadharah secara literal tidaklah tepat. Kata renaissance dalam bahasa Arab adalah nahdhah. Oleh sebab itu, penggunaan kata hadharah oleh Dr. Muhammad Abdul Hadi lebih tepat diartikan sebagai renaissance. Penggunaan kata hadharah yang sembarangan oleh para penulis Arab modern semacam ini, mungkin mendiskreditkan kata hadharah tersebut dan menimbulkan keraguan yang serius tentang kesesuaian kata hadharah sebagai pengganti kata civilization peradaban dalam bahasa Arab. Demikian pula Bortold dalam bukunya terjemahan Inggris berjudul Mussulman Culture yang diterjemahkan dalam bahasa Arab dengan judul al-Hadharah al-Islamiyyah. Dalam hal tertentu, hadharah memang berarti culture. Tampaknya hadharah merupakan kata yang memiliki banyak arti dan luwes. Dari sudut pandang semantik, `umran dan hadharah mungkin berasal dari satu rumpun. Penggunaan kata `umran pada abad keempat belas dan kata hadharah pada abad kedua puluh mungkin saja sama, tetapi keduanya tidaklah identik. Hadharah mengandung makna budaya kota maupun desa. Oleh karena itu hadharah dan civilization peradaban tidak sama dalam arti dan hubungannya. Inilah sebabnya mengapa kemudian para penulis Arab lebih suka menggunakan kata lain untuk menggambarkan peradaban daripada menggunakan kata hadharah. Abad kesembilan belas berakhir, dan abad kedua puluh dimulai dengan munculnya kata madaniyyah dalam tulisan beberapa sarjana Islam. Dua tokoh terpenting yaitu Muhammad Farid Wajdi dan Syekh Muhammad Abduh sama-sama menggunakan istilah madaniyyah sebagai sinonim untuk kata civilization peradaban. Wajdi memperkenalkan buku al-Madaniyyah wa al-Islam Peradaban dan Islam tahun 1899 M. di mana buku ini merupakan sebuah buku yang bersifat apologis. [i] Ibn Khaldun, The Muqaddimah, terjemahan dalam bahasa Inggris oleh F. Rosenthal, Priceton, 1967, 1, lxxvii Introduction. [ii] Glyn Daniel, The First Civilization the Archeology of Their Origin, London, 1968, hlm. 18 [iii] Buku pertama tentang peradaban adalah The Origins of civilization oleh John Labbock, diterbitkan pada tahun 1870; dan buku Anthropology, and Introduction to the Study of Man and civilization oleh Edward Taylor, diterbitkan pada tahun 1870. [iv] Staryer, The Mainstream of Civilization Process, 1974, xxviii. [v] Darcy Riberio, The Civilization Process, Washington, 1968, hlm. 19 [vi] Lane, Arabic English Lexicon, 1, 2155-56 [vii] Ibn Khaldun, al-Muqaddimah, Kairo, 1960, hlm. 211 [viii] Von Grunebaum, Islam Essays in the Nature and Growth of a Cultural Tradition, London, 1969, hlm. 209 [ix] Lane, Op. Cit., 589
Dilansirdari Encyclopedia Britannica, kata kedaulatan berasal dari bahasa arab yang berarti tertinggi. Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Tokoh yang pertama kali mendefinisikan tentang kedaulatan adalah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.
1. Ma Ma’na al-Islam س ما الاسلام ج هو الدين الذي بعث الله به سيدنا محمدا صلي الله عليه وسلم لهداية الناس وسعادتهم S Apa Islam itu? J Adalah agama yang mana Allah mengutus NabiMuhammad saw untuk membimbing orang-orang dan kebahagiaan mereka. Islam berarti tunduk dan berserah diri Makna Islam Sebagai Rahmat Bagi Alam Semesta Terminologi Islam secara bahasa secara lafaz memiliki beberapa makna. Makna-makna tersebut ada kaitannya dengan sumber kata dari “Islam” itu sendiri, yang berasal dari bahasa Arab. Islam terdiri dari huruf dasar dalam bahasa Arab “Sin”, “Lam”, dan “Mim”. Makna Islam secara bahasa antara lain Islamul wajh menundukkan wajah Al istislam berserah diri As salamah suci bersih As Salam selamat dan sejahtera As Silmu perdamaian Sullam tangga, bertahap, atau taddaruj. Secara istilah Islam memiliki makna sebagai berikut Islam adalah Wahyu Illahi Wahyu Allah Islam adalah diin para Nabi dan Rasu lslam adalah pedoman hidup manusia Islam adalah Hukum-hukum Allah Islam adalah Jalan yang Lurus Islam adalah keselamatan dunia dan akhirat Seorang laki-laki bertanya Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? Rasulullah saw. menjawab Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, mendirikan salat fardu, menunaikan zakat wajib dan berpuasa di bulan Ramadan. Tidak ada keberuntungan bagi umat manusia di dunia dan akhirat kecuali dengan Islam. Kebutuhan mereka terhadapnya melebihi kebutuhan terhadap makanan, minuman, dan udara. Setiap manusia membutuhkan syari’at. Maka, dia berada di antara dua gerakan gerakan yang menarik kepada perkara yang berguna dan gerakan yang menolak mara adalah penerang yang menjelaskan perkara yang bermanfaat dan berbahaya. Di antara keistimewaan agama Islam adalah namanya. Berbeda dengan agama lain, nama agama ini bukan beras al dari nama pendirinya atau nama tempat penyebarannya. Tapi, menunjukkan sikap dan sifat pemeluknya terhadap Allah. Yang menamakan Islam juga bukan seseorang, bukan pula suatu masyarakat,tapi Allah Ta’ala, Pencipta alam semesta dan segala isinya. Jadi, Islam sudah dikenal sejak sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw. dengan nama yang diberikan Allah. Islam berasal dari kata salima yuslimu istislaam artinya, tunduk atau patuh selain yaslamu salaam yang berarti selamat, sejahtera atau damai. Menurut bahasa Arab, pecahan kata Islam mengandung pengertian islamul wajh ikhlas menyerahkan diri kepada Allah QS. 4125, istislama tunduk secara total kepada Allah QS. 383, salaamah atau saliim suci dan bersih QS. 2689, salaam selamat sejahtera QS. 654, dan silm tenang dan damai QS. 4735. Secara rinci Islam dapat kita artikan tunduk dan menerima segala perintah dan larangan Allah yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah. Manusia yang menerima ajaran Islam disebut muslim. Seorang muslim mengikuti ajaran Islam secara total dan perbuatannya membawa perdamaian dan keselamatan bagi manusia. Dia terikat untuk mengimani, menghayati, dan mengamalkan Alquran dan Sunnah.
A akar pohon B. pohon kayu C. akar silsilah D. pohon silsilah E. pohon tumbuh Jawaban : B Istilah sejarah berasal dari bahasa Arab, yaitu "syajarotun" yang berarti pohon kayu. 2. Mengingat sejarah memiliki rentang waktu panjang dan penuh dengan peristiwa yang beragam menyebabkan perlu adanya pembagian waktu atas dasar masalah yang aktual
Kata khitthah berasal dari bahasa Arab yang GarisB. KembaliC. KetentuanD. BatasanE. IdentitasANSWER ALandasan berfikir, bersikap dan bertindak bagi warga NU adalah...A. Mabadi khoiru ummahB. Khittah nahdhiyahC. Thoriqoh nahdhiyahD. Ukhuwah nahdhiyahE. Siyahsiyah nahdhiyahANSWER BIntisari atau cikal bakal khitthah nahdhiyah adalah...A. Paham ke islaman menurut ulama salafB. Paham ahlussunnah wal jamaah dengan sistem madzhabC. Paham ahlussunnah wal jamaah yang berhaluan salah satu madzhabD. Paham ke islaman menurut ulama khalafE. Paham ke islaman yang bebas memilih madzhabANSWER CGagasan untuk merumuskan khitthah nahdhiyah muncul sejak 1975-an yaitu ketika...A. Kekuatan politik NU semakin diperhitungkan oleh pemerintahB. Para ulama dan tokoh NU sudah tidak banyak yang duduk di pemerintahanC. Terjadi perubahan orientasi politik islam di indonesiaD. NU kembali menjadi jamiyah diniyah ijtimaiyahE. Terjadi alih kepemimpinan dari generasi ke generasiANSWER DRumusan tentang khitthah nahdhiyah pertama kali ditulis oleh ...A. Kh. Ahmad shiddiqB. Kh. Idham khalidC. Kh. Ali mashumD. Kh. Asad syamsul arifinE. Kh. Abdurrahman wahidANSWER APemantapan kembali kepada khitthah nahdhatul ulama disepakati dan disahkan berlakunya pada...A. Muktamar ke- 26 NU di semarangB. Muktamar ke- 27 NU di situbondoC. Muktamar ke- 28 NU di yogyakartaD. Muktamar ke- 29 NU di cipasungE. Muktamar ke- 30 NU di kediriANSWER BNahdhatul Ulama mendasarkan faham keagamaan kepada sumber ajaran islam, yaitu...A. Al quran , as sunnah , al ijma , al ijtihadB. Al quran , as sunnah , al qiyas , al ijtihadC. Al quran , as sunnah , al ijma , al qiyasD. Al quran , al ijma , al qiyas, al ihsanE. Al quran , as sunnah , al ijtihad , al ihsanANSWER CDalam memahami dan menafsirkan islam dari sumber-sumbernya, Nahdhatul Ulama mengikuti paham Ahlussunnah wal jamaah dan menggunakan jalan...A. Pendekatan tarjihB. Pendekatan al madzhabC. Pendekatan at tafshilD. Pendekatan al ijtihadE. Pendekatan as sunnahANSWER BWarga NU ketika mendapati perbedaan dalam hal Hari Raya Idul Fitri bersikap...A. Amar maruf nahi mungkarB. At tawazunC. At tasamuhD. At tawashuth wal itidalE. At taarufANSWER CMenghindari segala bentuk ekstrimisme, bersikap lurus dan membangun merupakan contoh sikap...A. At tawashuth wal itidalB. Amar maruf nahi mungkarC. At tawazunD. At taarufE. At tasamuhANSWER AKata Mabadi berasal dari bahasa arab yang berarti ...A. Dasar yang dari padanya segala sesuatu di mulaiB. Perundangan yang disahkanC. Kesepakatan yang harus dijunjung tinggiD. Aturan yang harus dipatuhiE. Sikap yang menjadi jati diri seseorangANSWER AIstilah Mabadi Khaira Ummah dalam Nahdlatul Ulama adalah ....A. landasan berfikir, bersikap, dan bertindak bagi seluruh warga NUB. prinsip dasar yang menjadi langkah awal pembentukan umat yang terbaikC. paham keagamaan yang menjadi dasar prilaku warga NUD. pedoman yang menjadi dasar pembentukan prilaku warga NUE. jalan pendekatan yang menjadi dasar kemasyarakatan NUANSWER BGerakan pembentukan identitas dan karakter warga NU tercermin dalamA. Mahad khoiru ummahB. Mubtadi ummahC. Asasi ummahD. Mabadi khaira ummahE. Wasathon Khoiro ummahANSWER DBacalah pernyataan berikut! 1. Selalu mengajak yang maruf 2. Selalu mencegah yang mungkar 3. Selalu menonjolkan diri dalam perjuangan 4. Ingin menang sendiri dalam perdebatan 5. Benar-benar beriman kepada allah, Dari pernyataan tersebut yang menunjukkan ciri-ciri umat terbaik tersebut dalam al quran surat Ali Imran ayat 110 Pernyataan no ; 1, 2, 3B. Pernyataan no ; 1, 2, 4C. Pernyataan no ; 1, 2, 5D. Pernyataan no ; 1, 3, 4E. Pernyataan no ; 1, 3, 5ANSWER CMabadi Khaira Ummah disahkan menjadi gerakan pembentukan identitas dan karakter warga NU padaA. Muktamar ke 9B. Muktamar ke 10C. Muktamar ke 11D. Muktamar ke 12E. Muktamar ke 13ANSWER EGerakan Mabadi Khaira Ummah bertujuan membentuk SejahteraB. Yang makmurC. TerpujiD. Tamuruna bil maruf wan nahyi anil munkarE. DamaiANSWER DGerakan Mabadi Khaira Ummah sangat tepat untuk hal-hal berikut, kecuali....A. Peningkatan sumber ekonomiB. Pembinaan manajemen organisasiC. Pengembangan sumberdaya manusiaD. Penjagaan ketentraman masyarakatE. Pergaulan bebasANSWER EPada Musyawarah Nasional alim ulama nahdhatul ulama di Lampung tahun 1992, terdapat penambahan dua butir dalam mabadi khaira ummah , yaitu...A. Al adalah dan al istiqomahB. Al adalah dan at taawunC. A l adalah dan al wafa bil ahdiD. Al adalah dan al amanahE. Al adalah dan ash shidquANSWER ALahirnya gerakan Mabadi Khaira Ummah berawal dari kesadaran untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan NU harus didukung oleh umat yang memiliki ciri sebagai berikut, kecuali .A. Mental yang kuatB. Memiliki sifat terpujiC. Tidak berputus asaD. Mampu ber amar maruf nahi mungkarE. Menguasai teknologiANSWER ETokoh yang menyampaikan istilah gerakan Mabadi Khaira Ummah untuk pertama kalinya adalah....A. KH. Ahmad SiddiqB. KH. Mahfudz SiddiqC. KH. Sahal MahfudzD. KH. Abdullah SidiqE. KH. Abd. WahidANSWER BGerakan Mabadi Khaira Ummah yang menjadi program NU telah menunjukkan hasil nyata dan positif, kecuali .A. Menumbuhkan semangat berorganisasiB. Kegiatan berorganisasi tampak di berbagai bidangC. Kepentingan pribadi mulai tampak dalam berorganisasiD. Kesetiaan warga NU bertambahE. Para tokoh semakin kompakANSWER CDalam perjalanan sejarah NU, gerakan Mabadi Khaira Ummah mengalami hambatan, bahkan sempat terhenti karena....A. Perselisihan antar pengurus NUB. Perang Dunia II dan NU menjadi partai politikC. Regenerasi kepengurusan NUD. Pergeseran kekuasaan pemerintahanE. Seruan kembali ke khittah NahdliyahANSWER BPada mulanya prinsip dasar yang dirumuskan dalam Mabadi Khaira Ummah terdiri dari tiga butir utama,yaitu....A. As Shidqu, al Amanah wal Wafa bil Ahdi dan at TaawunB. As Shidqu, At Taawun dan Al IstiqomahC. As Shidqu, At Taawun dan Al AdalahD. As Shidqu, Al Amanah dan Al IstiqomahE. As Shidqu, Al Amanah dan al AdalahANSWER ASetiap warga NU diharapkan menjadi teladan dalam kehidupan bermasyarakat dengan menunjukkan sikap, perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan isi hatinya. Sikap ini merupakan pengamalan dari salah satu butir mabadi khaira ummah, al amanahB. as shidquC. al istiqomahD. al wafa bil ahdiE. al adalahANSWER Bsetelah gerakan Mabadi Khaira Ummah terhenti, akhirnya dirumuskan kembali dalam Munas Ulama NU tahun 1992 Jakarta B. SurabayaC. Solo D. MakasarE. LampungANSWER EBerikut ini yang tidak termasuk bagian dari Mabadi Khaira Ummah A. al AdalahB. As shidquC. Al AmanahD. At TaawunE. Al KaromahANSWER EAl Istiqomah mempunyai artiA. KetaatanB. KejujuranC. BerkelanjutanD. Dapat dipercayaE. Menaruh pada tempatnyaANSWER CBeberapa sikap yang harus dijahui agar dapat menumbuhkembangkan sikap nahdliyah diantara pelajar LP. Maarif, kecuali .A. As SyukhriyahB. Al LamzuC. At TadlammunD. At TajassusE. AttakabburANSWER CSikap al ghibah termasuk sikap yang dapat menganggu kelestarian ukhuwah nahdliyah sesama warga NU, karena sikap ini berarti....A. Suka berburuk sangkaB. Saling curigaC. Saling menghinaD. Suka mencemarkan nama baikE. Saling mencaci dan mencelaANSWER D
6views, 0 likes, 0 loves, 0 comments, 0 shares, Facebook Watch Videos from DWI: Kata hijrah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah tempat. Dalam konteks
Source Pengertian Mabadi Mabadi adalah kata yang sering digunakan dalam bahasa Arab untuk menyebut prinsip atau konsep dasar dalam suatu bidang ilmu pengetahuan atau agama. Dalam ilmu fiqih, mabadi adalah prinsip-prinsip dasar yang digunakan untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Sedangkan dalam ilmu hadis, mabadi adalah prinsip-prinsip dasar yang digunakan untuk mengetahui keabsahan hadis. Asal Usul Kata Mabadi Source Kata mabadi berasal dari bahasa Arab, yang ditulis dengan huruf مبادئ. Dalam bahasa Indonesia, kata ini biasanya diterjemahkan sebagai prinsip-prinsip dasar. Penggunaan kata mabadi dalam ilmu pengetahuan dan agama sudah terkenal sejak zaman klasik Islam, ketika banyak karya-karya besar ditulis dalam bahasa Arab. Contoh Penggunaan Kata Mabadi dalam Fiqih Source Dalam ilmu fiqih, mabadi digunakan untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Ada beberapa mabadi yang penting dalam fiqih, seperti mabadi al-fiqh al-islami prinsip-prinsip dasar fiqih Islam, mabadi al-taharah prinsip-prinsip dasar tentang kebersihan, dan mabadi al-shariah prinsip-prinsip dasar tentang hukum-hukum Islam. Contoh Penggunaan Kata Mabadi dalam Hadis Source Dalam ilmu hadis, mabadi digunakan untuk mengetahui keabsahan hadis. Ada beberapa mabadi yang penting dalam hadis, seperti mabadi al-jarh wa al-ta’dil prinsip-prinsip dasar tentang kritik dan pujian terhadap perawi hadis, mabadi al-isnad prinsip-prinsip dasar tentang rangkaian sanad dalam hadis, dan mabadi al-tawatur prinsip-prinsip dasar tentang banyaknya periwayat dalam satu hadis. Kelebihan Menggunakan Kata Mabadi Source Menggunakan kata mabadi dalam ilmu pengetahuan dan agama memiliki beberapa kelebihan. Pertama, kata mabadi membantu memudahkan pemahaman terhadap konsep-konsep dasar dalam suatu bidang ilmu pengetahuan atau agama. Kedua, kata mabadi membantu mengidentifikasi prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam menetapkan hukum-hukum Islam atau mengetahui keabsahan hadis. Ketiga, kata mabadi membantu meningkatkan keakuratan dan kejelasan dalam memahami suatu konsep. Kesimpulan Secara umum, kata mabadi adalah kata yang sering digunakan dalam bahasa Arab untuk menyebut prinsip atau konsep dasar dalam suatu bidang ilmu pengetahuan atau agama. Dalam ilmu fiqih, mabadi adalah prinsip-prinsip dasar yang digunakan untuk menetapkan hukum-hukum Islam. Sedangkan dalam ilmu hadis, mabadi adalah prinsip-prinsip dasar yang digunakan untuk mengetahui keabsahan hadis. Menggunakan kata mabadi dalam ilmu pengetahuan dan agama memiliki beberapa kelebihan, seperti memudahkan pemahaman terhadap konsep-konsep dasar, mengidentifikasi prinsip-prinsip dasar, dan meningkatkan keakuratan dan kejelasan dalam memahami suatu konsep.
Giziberasal dari kata bahasa Arab Ghidza yang berarti? Protein; Makanan; Lemak; Karbohidrat; Kunci jawabannya adalah: B. Makanan. Menurut ensiklopedia, gizi berasal dari kata bahasa arab ghidza yang berarti? makanan. Lihat juga kunci jawaban pertanyaan berikut: Apa alasan pokok perubahan 4 sehat 5 sempurna menjadi Pedoman Gizi Seimbang?
Nama setan berasal dari bahasa Arab yang berarti jauh. Ilustrasi setan JAKARTA – Setan merupakan salah satu makhluk Allah SWT yang diciptakan berbeda, karena berasal dari api. Lantas mengapa makhluk ini dinamai setan? Abu Abd al-Rahman al-Khalil bin Ahmad bin Amr bin Tamum al-Farahidi, dalam kitabnya al-Ain, memberi penjelasan terkait hal itu. Penjelasannya didasarkan pada surat Al-Kahfi ayat 50 وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا “Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti dari Allah bagi orang-orang yang zalim.” Beliau menyampaikan, kata dasar syaithan setan adalah 'syathana', yang memiliki makna 'ba'uda' atau jauh. Biasanya kata 'ba'uda' ini ditempatkan pada frasa 'ghazwatun ba'idah', yang berarti peperangan yang jauh. Kata 'syathona' juga sering digunakan pada kalimat 'rumah itu syathana', atau rumah itu jauh. Karena itu, dinamakan syaithan karena dia jauh dari rahmat Allah SWT. Seorang laki-laki bisa menjadi seperti setan, maka disebutlah 'syayyathana rajul', yang berarti laki-laki itu berubah menjadi seperti setan. Laki-laki tersebut berubah menjadi seperti setan karena telah mengerjakan perbuatan setan. Sehingga kemudian menyebabkannya dijauhi manusia, sebagaimana Allah SWT menjauhkan iblis dari surga. Itulah sebab mengapa dinamai syaithan kemudian diserap dalam bahasa Indonesia dengan sebutan 'setan'. Karena itu juga, syaithan jauh dari nikmat Allah SWT. Dan dia diusir dari surga padahal sebelumnya dia adalah penghuni Surga di antara hamba-hamba Allah SWT yang lain. Syaithan kemudian diturunkan ke bumi ke tempat yang paling rendah, setelah menjadi penghuni surga bersama para malaikat terdekat. Sumber BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
SMPAl Irsyad Bogor juga mempelajari Bahasa Arab yang memang merupakan salah satu cara untuk mewujudkan visi sekolah untuk mencetak output yang dapat menguasai . Bahasa Arab, dan juga ada mata pelajaran, ilmu fiqih, tajwid, sejarah Islam, dan juga . konten mata pelajaran tentang Mabadi atau sering juga di sebut dengan mata pelajaran
Uploaded byCabil Dinding 77% found this document useful 13 votes39K views5 pagesCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document77% found this document useful 13 votes39K views5 pagesSoal Aswaja XiiUploaded byCabil Dinding Full descriptionJump to Page You are on page 1of 5Search inside document You're Reading a Free Preview Page 4 is not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Kata"sejarah" berasal dari bahasa Arab, yaitu syajaratun yang berarti . A. keturunan B. pengkajian C. penyelidikan D. pohon E. silsilah
يَنْبَغِى لِكُـلِّ شَارِعٍ فِى فَنٍّ مِنَ الفُنُونِ أَنْ يَتَصَوَّرَهُ وَيُعَرِّفَهُ قَبْلَ الشُّرُوْعِ فِيْهِ لِيَكُونَ عَلَى بَصِيْرَةٍ فِيْهِ وَيَحْصُلُ التَّصَوُّرُ بِمَعْرِفَةِ المَبَادِى العَشَرَةِ المَنْظُومَةِ فىِ قَولِ بَعْضِهِمْ Seyugialah yang mengandung pahala sunnah bagi setiap orang yang hendak mempelajari suatu ilmu, terlebih dahulu harus mengetahui huraian-huraian ilmu yang akan di pelajari, dengan harapan agar dapat mewaspadai ilmu yang akan di pelajari, dan huraian-huraian ilmu itu adalah dengan cara megenali 10 macam kerangka ilmu, sebagaimana penjelasan sya’ir yang di abadikan sebahagian Ulama الحَـدُّ وَالمَوْضُوعُ ثُمَّ الثَّـمْرَةُ إِنَّ مَبَادِى كُـلَّ فَنٍّ عَشْـرَةُ الإِسْمُ الإِسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشَّارِعُ وَفَضْـلُهُ وَنِسْـبَةٌ وَالوَاضِـعُ وَمَنْ دَرَى الجَمِيْعَ حَازَ الشَّرَفاَ مَسَائِلٌ وَالبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَى Sesungguhnya mabadidasar setiap ilmu itu sepuluh Hadnya ta’rifannya Maudhu’nya tajuk perbahasannya Kemudian Tsamrahnya buah atau faedahnya Fadhilatnya iaitu keutamaannya Nisbahnya perbandingannya Pelopor atau penciptanya yakni orang yang mula menyusun atau mengasaskan ilmu tersebut Namanya nama ilmu tersebut Sumbernya tempat ambilan ilmu tersebut Hukum syaraknya hukum mempelajari ilmu tersebut Dan masalah-masalahnya Cukup dihuraikan sebahagian, namun siapa menghuraikan kesemuanya akan mendapat kemuliaan. وَالآنَنُشَارِعُ فىِ فَنٍّ النَّحْوِ فَنَقُوْلُ Dan sekarang kita hendak mempelajari ilmu Nahwu maka kami katakan 1. Had ya’ni Ta’rifannya حَدُّهُ عِلْمٌ بِقَوَاعِدٍ يُعْرَفُ بِهَا اَحكَامُ الكَلِمَاتِ العَرَبِيَّةِ حَالَ تَرْكِيْبِهَا مِنَ الاِعْرَابِ وَالبِنَاءِ وَمَا يَتْبَعُهَا Hadnya ya’ni ta’rifannya ialah suatu ilmu berserta kaedah-kaedah untuk mengetahui hukum-hukum kalimat bahasa arab ketika kalimat itu tersusun, apakah hukum i’rab berubah atau mabni tetap dan lain sebagainya. 2. Maudhu’ ya’ni Tajuk Perbahasannya وَمَوْضُوْعُهُ الكَلِمَاتُ العَرَبِيَّةِ مِنْ حَيْثُ البَحْثِ عَنْ أَحْوَالِهَا Penempatan ilmu Nahwu adalah pembahasan kalimat-kalimat bahasa arab. 3. Tsamrah ya’ni Faedahnya وَثَمْرَتُهُ التَّحِرُزُ عَنِ الخَطَاء وَالاِسْتِعَانَةُ عَلَى فَهْمِ كَلاَمِ اللهِ وَكَلاَمِ رَسُوْلِ اللهِ Buah mempelajari ilmu Nahwu adalah menjaga kesalahan membaca serta membantu memahami Firman Allah dan Hadits Rasulullah Saw. 4. Fadhilah ya’ni Keutamaannya وَشَرْفُهُ بِشَرْفِهِ Keutamaan ilmu Nahwu adalah karena mulia manfaat dan buahnya. 5. Nisbah ya’ni Perbandingan dengan lain-lain ilmu وَنِسْبَتُهُ لِبَا قِي العُلُوْمِ التَّبَاينُ Nisbatperbandingan ilmu nahwu dengan ilmu yang lain adalah nisbat tabayyun masing-masing punya kejelasan. 6. Wadhi’ ya’ni Pencipta atau pelopornya وَوَاضِعُهُ أَبُوْ الاَسْوَدَ الدَّؤُلِى يُأمَرُ مِنَ الاِمَامِ عَلِى كَرَمَهُ اللهُ وَجْهَهُ Penciptailmu Nahwu adalah Abul Aswad Addauly atas intruksi Imam Ali karamallahu wajhah. 7. Ism ya’ni Nama ilmu ini وَاسْمُهُ عِلْمُ النَحْوِ وَعِلْمُ العَرَبِيَّةِ Nama ilmu ini adalah Nahwu, ilmu tata bahasa arab. 8. Istimdaad ya’ni Sumber ambilan dan rujukan وَاسْتِمْدَادُهُ مِنْ كَلاَمِ العَرَبِ Sumber ilmu Nahwu adalah kata atau kalimat yang berbahasa Arab. 9. Hukum ya’ni ketetapan hukum mempelajari ilmu ini وَحُكْمُ الشَّارِعُ فِيْهِ وُجُوْبُهُ الكَفَائِى عَلَى أَهْلِ كُلِّ نَاحِيَةٍ وَالعَيْنِى عَلَى قَارِئِ التَّفْسِيْرِ وَالحَدِيْثِ Hukum mempelajari ilmu nahwu adalah wajib kifayah atas penduduk setiap kampung dan fardu a’in atas setiap pembaca Tafsir dan hadits seperti para santri, ustadz dan para kiyai. 10. Masalah-masalah yang diperbahasankan didalam ilmu ini وَمَسَائِلُهُ قَوَاعِدُهُ كَقَوْلِكَ الفَاعِلُ مَرْفُوْعٌ وَالمَفْعُوْل بِهِ مَنْصُوْبٌ Masalah-masalah dalam ilmu Nahwu adalah kaidah-kaidah atau rumus-rumus seperti Fa’ilitu hukumnya dirafa’kan, Maf’ul bih itu hukumnya dinasabkan, dan lain sebagainya.
Imandari segi istilah artinya meyakini setulus hati yang mengakar kuat, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan seluruh anggota badan. Menurut M. Quraish Shihab, kata malaikat berasal dari bahasa Arab yaitu malā'ikah ( مَلَائِكَة ) yang merupakan bentuk jamak dari kata malak ( مَلَكٌ ) yang terambil dari kata la-aka
Pencarian Anda "mabadi" tidak ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia Maksud Anda mungkin babad balabad abadi abadiah abadiat zabad Definisi / Arti kata mabadi tidak ada di KBBI, kami beri cara munulis yang baik dan benar.. Lihat arti dan definisi di jagokata. Database utama KBBI merupakan Hak Cipta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud Pusat Bahasa
Berikutjawaban yang paling benar dari pertanyaan: Kata Sejarah berasal dari bahasa Arab yang berarti? Akar; Pohon; Ranting; Daun; Cabang; Jawaban: . 1543. Menurut Variansi.com, kata sejarah berasal dari bahasa arab yang berarti 1543.
Oleh M Isom Yusqi dan Faris Khoirul Anam - Dalam kajian klasik di pondok pesantren kita mengenal istilah yang sangat populer tentang Mabadi’ Asyrah atau Sepuluh Prinsip Dasar dari bangunan suatu ilmu body of knowledge. Sepuluh Prinsip Dasar Mabadi’ Asyrah adalah deskripsi umum tentang suatu disiplin ilmu, khususnya yang berkaitan dengan ilmu syari’ah. Ia berfungsi sebagai peta, outline, term of reference TOR, sketsa, serta informasi awal mengenai suatu disiplin ilmu. Meskipun uraian mabadi’ asyrah ini pada mulanya berkaitan dengan ilmu syari’ah, namun informasi mengenai suatu istilah, disiplin ilmu atau kajian/diskursus yang baru tidak ada salahnya kalau kesepuluh prinsip dasar ini digunakan untuk menjelaskan dan menguraikan kajian Islam Nusantara agar mudah dikaji, dipahami, dan dioperasionalkan dalam ranah akademik dan juga dipakai untuk meluruskan kesalahpahaman sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian golongan terhadap ikhtiar akademik dan strategi kedaulatan kebudayaan dan peradaban ini. Salah seorang ulama terkemuka yang bernama Muhammad bin Ali ash-Shabban, yang kemudian dikenal dengan julukan; Abu al-Irfan al-Mishri, penyusun Syarh ala Hasyiyah al-Asymuni dan Hasyiyah ala Syarh al-Sa’d al-Tiftazani wafat 1206 H, menyebutkan Mabadi Asyrah itu dalam kumpulan syairnya, sebagai berikut إِنَّ مَبَادِي كُلِّ فَنٍّ عَشرَةْ الحَدُّ وَالمَوْضُوْعُ ثُمَّ الثَّمرَةْ وَنِسْبَةٌ وَفَضْلُهُ وَالوَاضِعُ وَالاسْمُ الاِسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشَّارِعُ مَسَائِلُ وَالبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَى وَمَنْ دَرَى الجَمِيْعَ حَازَ الشَّرَفَا “Sesungguhnya prinsip dasar dalam setiap disiplin ilmu itu ada sepuluh, yaitu 1 batasan definitif, 2 ruang lingkup kajian, 3 manfaat kajian, 4 perbandingan dan hubungan dengan ilmu lain, 5 keistimewaan, 6 perintis, 7 sebutan resmi, 8 sumber pengambilan kajian, 9 hukum mempelajari, 10 pokok-pokok masalah yang dikaji, lalu sebagian dengan sebagian lain mencukupi, Siapa yang menguasai semuanya akan meraih kemuliaan.” Mabadi Asyrah kajian Islam Nusantara, sesuai data, dan dinamika diskursusnya, adalah sebagai berikut Pertama Batasan Definitif Al-Hadd Pengertian Islam secara bahasa dan Istilah Menurut Ibnu Faris, secara bahasa Islam berasal dari kata “salam”, yang secara umum berarti kesehatan dan keselamatan. “Salamah” adalah selamatnya seseorang dari penyakit dan gangguan. Allah adalah al-Salam, karena Dia tidak dapat tertimpa kekurangan dan cacat sebagaimana makhluk. Islam juga bermakna penyerahan diri Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Vol 3, hal 90. Maksudnya, penyerahan diri yang dimanifestasikan dalam ketundukan kepada aturan Allah Ta’ala, yang telah dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, baik berupa menjalankan perintah maupun meninggalkan larangan lihat al-Jurjani, al-Ta’rifat, hal 23. Senada dengan pengertian sebelumnya, al-Raghib al-Ashfihani menegaskan, memeluk Islam artinya adalah masuk dalam keselamatan al-Raghib al-Ashfihani, Mufradat al-Qur’an, hal 240. Secara istilah, pengertian Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad bin Abdillah. Umat Islam meyakini agamanya sebagai sebuah kumpulan syariat yang menyempurnakan dan menutup risalah misi-misi langit risalah samawiyah dalam agama-agama sebelumnya. Dalam hadits riwayat Abu Hurairah disebutkan, Nabi memberikan pengertian tentang Islam secara praksis, yaitu “Engkau menyembah Allah semata, tak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, engkau mendirikan shalat-shalat wajib, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah.” HR. Ibnu Majah. lihat Ali al-Thanthawi, Ta’rif Am bi Din al-Islam, hal 10 dan Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah, al-Mushannaf, Vol 7, hal 208. Pengertian kata “Islam” dalam kajian Islam Nusantara sama sekali tidak berbeda dengan pengertian bahasa dan istilah sebagaimana diuraikan di atas. Penambahan kata “Nusantara” hanya tarkib idhafy dalam istilah ilmu Nahwu yang mengandung arti “ fii di dalam artinya Islam yang terinternalisasi dan termanifestasi di dalam hidup dan kehidupan umat muslim nusantara, bi dengan/pada teritori maksudnya adalah Islam yang berekspansi, berpenetrasi/berdialog dan berdakwah pada dan dengan wilayah teritorial-geografis insan-insan nusantara sejak awal masuknya hingga kini dan juga menyimpan arti lii untuk, bagi yaitu Islam dan ajarannya untuk menyempurnakan dan berdialektika bersama adat, tradisi, budaya dan peradaban nusantara local wisdom yang mengandung nilai-nilai universal bagi harkat dan martabat kemanusiaan sejati. ” Pengertian Nusantara dan Islam Nusantara Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Nusantara adalah sebutan atau nama bagi seluruh gugusan kepulauan Indonesia. Wikipedia menambahkan, wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai Papua itu, sekarang sebagian besar merupakan wilayah negara Indonesia. Kata Nusantara tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa Pertengahan abad ke-12 hingga ke-16 untuk menggambarkan konsep geo-politik kenegaraan yang dianut kerajaan Majapahit. Setelah sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara, sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia Belanda yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama “Indonesia” yang berarti Kepulauan Hindia disetujui dan dipakai untuk ide itu, kata Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pengertian ini sampai sekarang dipakai di Indonesia. Akibat perkembangan politik selanjutnya, istilah ini kemudian dipakai pula untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia, termasuk Semenanjung Malaya, namun biasanya tidak mencakup Filipina. Dalam pengertian terakhir ini, Nusantara merupakan padanan bagi Kepulauan Melayu Malay Archipelago, suatu istilah yang populer pada akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, terutama dalam literatur berbahasa Inggris. Saat Islam masuk melalui para juru dakwah, kepulauan Nusantara tentu bukan “ruang kosong” tak berpenghuni. Di wilayah ini telah terdapat masyarakat turun temurun, dengan segala karakteristik dan tradisinya, baik yang positif local wisdom maupun negatif. Islam Nusantara adalah Islam Indonesia yang meliputi sejak masuknya Islam ke nusantara. Bahkan jauh sebelum Indoensia merdeka, universalitas ajaran Islam yang telah berdialog dengan budaya dan peradaban eksisting kenusantaraan kemudian melahirkan ekspresi dan manifestasi umat Islam Nusantara. Dialektika antara normativitas Islam dan historisitas keindonesiaan merupakan metodologi dan strategi dakwah para alim ulama, wali songo dan para pendakwah Islam untuk memahamkan dan menerapkan universalitas syumuliyah ajaran Islam sesuai prinsip-prinsip Ahlussunnah Wal-Jama’ah, dalam suatu model yang telah mengalami proses persentuhan dengan tradisi baik urfun shahih di Nusantara, dalam hal ini wilayah Indonesia, atau merespon tradisi yang tidak baik urfun fasid namun sedang dan atau telah mengalami proses dakwah; amputasi, asimilasi, atau minimalisasi, sehingga tidak bertentangan dengan diktum-diktum syari’ah. Sementara penyesuaian khazanah Islam dengan Nusantara berada pada bagian ajarannya yang dinamis syaqqun mutaghayyir, atau ijtihadiy, bukan pada bagian ajaran yang statis syaqqun tsabit, atau qath’iy. Trilogi Islam Nusantara Universalitas Islam, Tradisi dan Dakwah Universalitas Islam berpaham Ahlussunnah Wal-Jama’ah meyakini bahwa kewajiban umat Islam yang jumlahnya lima ini sebagai Rukun Islam Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan Haji, dan meyakini juga bahwa keenam rukun lain yang disebut dengan Rukun Iman, yaitu Iman kepada Allah, para malaikat Allah, kitab-kitab Allah, para utusan Allah, kepada hari akhir, dan kepada qadha dan qadar. Ajaran Islam disebut dengan syari’at Islam, yaitu kumpulan hukum yang bersumber dari al-Qur’an, hadits Nabi SAW, ucapan generasi salaf shalih, ijtihad ulama yang memiliki kapasitas, otoritas dan kapabilitas untuk itu. Syari’at ini menjelaskan hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, dengan masyarakat atau bangsa, dengan alam dan lingkungannya. Syariat membatasi hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Syari’at Islam bersifat universal syumuli untuk setiap lini kehidupan, dalam lintas waktu dan tempat. Kandungan ajarannya terbagi menjadi tiga hal pokok Pertama, aspek-aspek teologi ahkam aqaidiyah, mencakup setiap hukum yang terkait dengan Dzat, Sifat, dan keimanan kepada Allah disebut dengan istilah ilahiyat; yang terkait dengan para utusan dan keimanan kepada mereka dan kitab-kitab yang diturunkan pada mereka disebut dengan istilah nubuwat; dan yang terkait dengan hal-hal ghaib disebut dengan istilah sam’iyat. Aspek-aspek teologi ini dalam disiplin keislaman disebut dengan Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam. Kedua, aspek-aspek praktik ibadah ahkam amaliyah, yaitu hukum-hukum yang terkait dengan amal perilaku atau perbuatan manusia. Aspek-aspek hukum ini disebut dengan Ilmu Fikih. Fikih terbagi menjadi beberapa bagian dan para ulama berbeda pendapat mengenai hal itu. Namun pada intinya, fikih terbagi menjadi empat bagian pokok 1 Fikih Ibadah, mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya, 2 Fikih Mu’amalat, mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, seperti akad jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, hibah, pinjam meminjam, penitipan, dan sebagainya, 3 Siyasah Syar’iyah, mengatur hubungan negara dengan rakyat, atau satu negara dengan negara lainnya, seperti hukum tentang Baitul Mal, anggaran belanja negara masharif, hukum-hukum pengadilan, baik pidana, perdata, dan sebagainya, 4 Keempat, Ahkam al-Usrah atau Ahwal Syakhshiyah, mengatur hukum privat di dalam keluarga, misalnya pernikahan, perceraian, hak-hak anak, warits, washiat, dan sebagainya. Ketiga, aspek-aspek budi pekerti ahkam tahdzibiyah, yang menyerukan manusia untuk menghiasi perilakunya dengan sifat-sifat yang baik akhlaq karimah dan menghilangkan sifat-sifat yang buruk. Sifat-sifat baik itu di antaranya jujur, amanah, bertanggung jawab, berani karena benar, menepati janji, sabar, menjaga kelestarian alam, dan sebagainya. Sedangkan sifat-sifat yang buruk itu antara lain adalah berbohong, berkhianat, tidak menepati janji, menipu, merusak lingkungan, dan sebagainya. Aspek-aspek budi pekerti ini disebut dengan Ilmu Akhlak, atau Ilmu Tashawwuf. Secara umum, ajaran-ajaran Islam itu terbagi menjadi dua, yaitu ajaran Islam yang statis syaqqun tsabit, atau qath’iy dan ajaran Islam yang dinamis syaqqun mutaghayyir, atau ijtihadiy. Ajaran statis tsabit adalah ajaran yang tidak boleh diubah dan tidak boleh dikondisikan dengan waktu atau tempat, meliputi pokok-pokok aspek teologi ahkam aqaidiyah, pokok-pokok aspek ibadah ahkam amaliyah, dan pokok-pokok aspek budi pekerti ahkam tahdzibiyah. Rukun Iman, Rukun Islam, serta mengingkari apa dan siapapun yang disembah selain Allah SWT adalah ajaran yang tidak dapat diubah dan dikondisikan lihat QS an-Nahl 36, QS al-Anbiya 25, dan al-Syura 13. Dakwah para Nabi, sejak Nabi Adam alaihissalam hingga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, pada wilayah tsabit ini tidak berbeda dan tidak berubah lihat QS al-Baqarah 136, QS al-Baqarah 285, dan QS Ali Imran 84. Demikian pula, pokok-pokok aturan ibadah berupa shalat, puasa, zakat, dan haji, tidak dapat diubah dan dikondisikan, kecuali dalam hal-hal parsial juz-iyyat. Tentang akhlak, hal-hal pokoknya juga tidak berubah, seperti standar perilaku baik dan buruk, yang dikembalikan kepada konsep apakah suatu perbuatan tersebut bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat qawa’id syari’ah atau tidak bertentangan. Sementara tentang mu’amalah dan siyasah syar’iyah dalam berbagai aspeknya, terdapat bagian statis tsabit meskipun sedikit, dan terdapat bagian dinamis mutaghayyir yang bersitaf fleksibel serta dapat disesuaikan dengan waktu dan tempat. Standar umum dalam praktik mu’amalah dan siyasah syar’iyah itu adalah pokok dan kaidah syariat, serta maqashid syari’ah, yaitu tujuan-tujuan syari’at untuk Menghilangkan dan menghentikan sesuatu yang membahayakan dharar; Memelihara lima hal kulliyat khams, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta; Senantiasa memperhatikan alasan-alasan hukum illah fikih dalam penetapan hukum; dan memperhatikan maslahat secara umum, baik kemaslahatan untuk mendapatkan sesuatu yang positif atau untuk menghindari sesuatu yang negatif. Sedangkan ajaran Islam yang dinamis syaqqun mutaghayyir adalah ajaran yang bersifat fleksibel murunah dan berkembang tathawwur seiring perkembangan kehidupan. Ajaran dinamis ini meliputi hal-hal cabang-parsial furu’iyat juz’iyat, rincian-rincian dalam pelaksanaan mu’amalah dan siyasah syar’iyah, yang berada pada wilayah adillah zhanniyah, wilayah ijtihad, dan silent syari’ah hal-hal yang secara rinci tidak dijelaskan oleh syari’at. Bagian ajaran dinamis atau syaqqun mutaghayyir ini merupakan ruang luas untuk berijtihad yang berarti pengerahan segenap kemampuan akal seorang mujtahid untuk menerapkan hukum Allah SWT di situ, bukan diartikan sebagai gejala liberalisasi syari’at, karena Islam bukan seperti prinsip apapun di luar Islam, dan dia memiliki karakteristisk tersendiri yang dibatasi oleh al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ para ulama, serta kaidah-kaidah dalam ber-istinbath dan ber-istidlal. Termasuk dalam ajaran dinamis ini adalah fatwa yang bersifat berubah sesuai waktu, tempat, dan suatu kondisi, berdasarkan standar syariat dalam berfatwa. Ibnu Hajar menukil pendapat Imam Malik يُحْدَثُ لِلنَّاسِ فَتَاوى بِقَدْرِ مَا أَحْدَثُوْا مِنَ الفُجُوْرِ “Fatwa yang disampaikan pada manusia harus diperbarui sesuai kadar perbuatan dosa model baru yang mereka lakukan.” Fatawa Ibni Hajar, Vol 1, 200 Sikap Islam Nusantara terhadap Tradisi, Budaya dan Peradaban Islam membagi tradisi yang berlaku di tengah masyarakat menjadi dua bagian, yaitu tradisi baik urfun shahih dan tradisi jelek urfun fasid. Tradisi Baik adalah sesuatu yang telah dikenal oleh kebanyakan masyarakat, berupa ucapan dan perbuatan, yang dilegitimasi oleh syari’at tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib, atau syari’at tidak membahasnya, yang sifatnya adalah berubah dan berganti. Pengertian ini disebutkan oleh Sa’ad al-Utaibi, dalam Usus al-Siyasah al-Syar’iyyah وَالمُرَادُ بِهِ العُرْفُ الصَّحِيْحُ، وَهُوَ مَا تَعَارَفَهُ أَكْثَرُ النَّاسُ وَهَذَا قَيِّدٌ يُخْرِجُ العَادَاتِ الخَّاصَّةَ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ اعْتَبَرَهُ الشَّرْعُ؛ أَوْ أَرْسَلَهُ، مِمَّا شَأْنُهُ التَّغَيُّر وَالتَّبَدّل سعد العتيبي, أسس السياسة الشرعية, ص 90 Sementara tradisi jelek urfun fasid. adalah sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat, namun bertentangan dengan syari’at. Menurut al-Utaibi, ulama hampir sepakat syibh al-ittifaq tentang kehujjahan pengamalan tradisi baik, berdasarkan al-Qur’an, Sunnah, kaidah Ushul, dan Kaidah Fikih. Kehujjahan tradisi menurut al-Qur’an, adalah firman Allah dalam Surat al-A’raf ayat 199 خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ. الأعراف199 “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. QS. Al-A’raf 199 Kehujjahan tradisi menurut Sunnah, ditunjukkan melalui hadits marfu’ dari Abdullah bin Mas’ud, sebagai berikut فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئا. رواه أحمد “Sesuatu yang dipandang baik oleh umat Islam maka hal itu baik di sisi Allah dan sesuatu yang dipandang jelek oleh mereka maka hal itu jelek di sisi Allah.” HR. Ahmad Kehujjahan tradisi menurut Kaidah Ushul, dijelaskan oleh al-Bairi dalam Syarh al-Asybah, sebagai berikut الثَّابِتُ بِالعُرْفِ ثَابِتٌ بِدَلِيْلٍ شَرْعِيّ “Sesuatu yang tetap melalui tradisi adalah tetap melalui dalil syar’i.” Kaidah ini senada dengan kaidah yang disampaikan al-Sarkhasi dalam al-Mabsuth الثَّابِتُ بِالعُرْفِ كَالثَّابِتِ بِالنَّصِّ “Sesuatu yang tetap melalui tradisi seperti sesuatu yang tetap melalui nash.” Kehujjahan tradisi menurut Kaidah Fikih, disebutkan dalam beberapa kaidah sebagai berikut العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ “Kebiasaan itu dapat menjadi hukum.” الحَقِيْقَةُ تُتْرَكُ بِدَلاَلَةِ العَادَةِ “Hakikat ditinggal karena dalil adat.” اسْتِعْمَالُ النَّاسِ حُجَّةً يَجِبُ العَمَلُ بِهَا “Hujjah yang dipakai banyak orang wajib diamalkan.” المَعْرُوْفِ عُرْفاً كَالمَشْرُوْطِ شَرْطًا “Yang dikenal sebagai kebiasaan sama dengan syarat.” Selain kaidah-kaidah ini, masih terdapat kaidah-kaidah lain yang disebutkan oleh para ulama. Hal ini menunjukkan legalitas pengamalan tradisi baik lihat Sa’ad al-Utaibi, Usus al-Siyasah al-Syar’iyah, hal. 90. Sementara tradisi yang tidak baik urfun fasid, Islam memiliki cara atau metodologi dalam menyikapinya, yang dikenal sebagai metodologi dakwah dengan cara amputasi, asimilasi, dan minimalisasi. Islam Nusantara Mendakwahkan Ajaran Islam Selanjutnya, ajaran Islam yang universal ini harus ditegakkan, dalam terma yang disebut dengan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar transliterasi dari bahasa Arab adalah al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahyi an al-munkar. Dakwah adalah mengabarkan, memberitahukan, menjelaskan dan mendidik seseorang tentang hal-hal benar dan salah sesuai dengan ajaran Islam. Di sini tidak ada unsur menyuruh, memaksa atau melarang melakukan sesuatu. Sedang amar ma’ruf berarti menyerukan kepada kebajikan, yaitu mengajak, menghimbau, memerintahkan, menyuruh atau menuntut dilakukannya segala perbuatan yang baik menurut syariat Islam dan mendekatkan pelakunya kepada Allah. Sedang nahi munkar berarti mencegah perbuatan munkar, yaitu mencegah, melarang, menjauhkan, menentang, menegur atau menyudahi terjadinya segala perbuatan yang buruk menurut syariat Islam. Melarang kemunkaran berarti melarang manusia agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diridhai Allah SWT. Imam an-Nawawi dan Ibnu Hazm, seperti dikutip al-Mausu’ah al-Ammah, menyatakan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah sebuah kewajiban. Tentang status hukum amar ma’ruf nahi munkar ini, ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama, yaitu para imam tabi’in, al-Dhahak, al-Thabari dan Ahmad bin Hanbal, menyatakan hukumnya fardhu kifayah, artinya jika amar ma’ruf nahi munkar munkar telah dilakukan sebagian umat, maka umat lainnya tidak menanggung dosa jika tidak ambil bagian. Sebagian ulama menyatakan fardhu ain, dalam arti bahwa setiap orang wajib ber- amar ma’ruf nahi munkar, jika tidak maka dia berdosa. Cakupan dakwah lebih luas dari amar ma’ruf nahi munkar. Meskipun demikian, kandungan dakwah tidak terlalu berbeda dengan muatan dan tugas amar ma’ruf nahi munkar, serta terdapat hubungan yang tidak dipisahkan antara kedua terma tersebut. Namun aktifitas amar ma’ruf nahi munkar dibatasi oleh beberapa hal dan persyaratan yang tidak ditemukan dalam aktifitas dakwah. Dakwah merupakan langkah pertama yang dijejakkan manusia pada jalan ilahi ini. Dengan harapan, ia akan menjadi pemisah antara satu ideologi dengan ideologi lainnya, pembeda antara satu teori dengan teori lainnya, dan pembatas antara satu model kehidupan dengan model kehidupan lainnya. Adapun amar ma’ruf dan nahi munkar, merupakan upaya internal kaum muslimin sendiri, agar umat Islam tetap menempuh jalan Islam dan tidak menyimpang dari jalannya yang lurus. Pada bagian tertentu, metodologi dakwah ini dapat disesuaikan dengan waktu, tempat, dan suatu kondisi, yang pada intinya bertujuan untuk menegakkan ajaran Allah SWT di muka bumi ini li I’lai kalimatillah hiya al-ulya. Kedua Ruang Lingkup Kajian Al-Maudhu’ Ruang lingkup kajian Islam Nusantara adalah berikhtiar meng-integrasikan, meng-interkoneksikan dan meng-internalisasikan tiga peradaban Islam yang telah menyejarah dan membumi di nusantara. Ketiga peradaban tersebut yaitu Peradaban Teks Hadhorahtun Nash, Peradaban Ilmu dan Budaya Hadhoratul Ilm was Tsaqofah dan Peradaban Setempat local wisdom/Hadhorah Mahalliyyah/Waqi’iyyah. Bertitik tolak dari kerangka dasar di atas kajian Islam Nusantara akan mengkonstruksi pendidikan Islam yang non-dikotomis, non-dualistik dan berkarakter yang utuh. Dengan demikian sebagai langkah awal kajian ini menggali dan membangun teori ilmu-ilmu keislaman yang berwatak sosial-nusantara seperti kajian kepesantrenan pesantren studies, geneologi keilmuan sanad ilm, tahqiq turast ulama nusantara, talaqqi pembelajaran al-Qur’an dan lain sebagainya. Selain itu kajian Islam Nusantara bertujuan mengkonversi ekspresi-ekspresi keberislaman muslim ahlussunnah wal jamaah melalui tradisi-tradisi keagamaan seperti pembacaan Aurat/wiridan, Ratib, Ruqyah, Manaqib, Maulid Nabi SAW, Nasyid, Istighosah dan Ziarah makam para wali dan ziarah ke orang-orang sholeh disingkat ARUMANIZ dan Marawish, Hadrah, Barzanji dan Nasyidahan disingkat MARHABAN. Kemudian pada sisi metodologi dakwah dalam menyikapi khazanah, peradaban, dan kearifan lokal local wisdom yang ada di wilayah Nusantara, baik sikap terhadap tradisi baik urfun shahih dan tradisi tidak baik urfun fasid kajian Islam Nusantara akan melakukan rekayasa-rekayasa sosial dengan cara-cara amputasi, asimilasi, dan minimalisasi sehingga ajaran Islam tetap sholihun likulli zaman wa makan. Pembumian ajaran Islam Ahlussunnah Wal-Jama’ah baca Islam Nusantara dengan metode dakwah yang paralel dengan karakteristik Nusantara dan kearifan lokal masyarakatnya. Tradisi baik akan diterima, dalam arti sesuatu yang telah dikenal oleh kebanyakan masyarakat, berupa ucapan dan perbuatan, yang dilegitimasi oleh syari’at tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib, atau syari’at tidak membahasnya, yang sifatnya adalah berubah dan berganti. Sementara tradisi tidak baik, yaitu sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat tetapi bertentangan dengan syari’at, akan disikapi dengan tiga pendekatan approach, yaitu amputasi, asimilasi, atau minimalisasi. Metode ini telah terbukti dapat diterima masyarakat Nusantara, tanpa resistensi tinggi atas perubahan tradisi yang sebelumnya mereka jalani. Amputasi adalah metode dakwah dengan memotong tradisi yang menyimpang. Para juru dakwah menjalankan metode ini dalam menghadapi suatu tradisi yang secara prinsip tidak dapat diakomodasi dalam syariat Islam. Contohnya adalah keyakinan dinamisme kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yg dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dl mempertahankan hidup dan animisme kepercayaan kepada roh yang diyakini mendiami semua benda, seperti pohon, batu, sungai, gunung, dan sebagainya. Meskipun dilakukan dengan cara memotong hingga ke akarnya, namun dakwah model ini dilakukan secara bertahap dan berproses. Hal ini seperti yang dilakukan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, dalam menyikapi keyakinan paganisme kepercayaan atau praktik penyembahan terhadap berhala di kalangan masyarakat Arab. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam menghancurkan fisik berhala-berhala, berikut berhala keyakinan, pemikiran, kebudayaan, dan pedoman hidup pagan. Tradisi tersebut berhasil dihilangkan, namun baru terlaksana secara massif pada peristiwa pembebasan kota Makkah Fath Makkah pada 630 M / 8 H, atau ketika dakwah Islam telah berusia 21 tahun. Asimilasi adalah metode dakwah dengan menyesuaikan atau melebur tradisi menyimpang menjadi tradisi yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Para juru dakwah menjalankan metode ini dalam menghadapi suatu tradisi yang secara praksis dapat diakomodasi dalam syari’at Islam, dengan cara membelokkan’ dari tradisi tidak baik menjadi baik. Contohnya adalah tradisi tumpeng yang pada mulanya merupakan tradisi purba masyarakat Indonesia untuk memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur nenek moyang. Tradisi ini diasimilasi dengan sentuhan filosofi Islam, bahwa “Tumpeng” merupakan akronim dalam bahasa Jawa “Yen metu kudu sing mempeng bila keluar harus dengan sungguh-sungguh.” Pada bagian makanan bernama “Buceng”, dibuat dari ketan; akronim dari “Yen mlebu kudu sing kenceng bila masuk harus dengan sungguh-sungguh.” Sedangkan lauk-pauknya berjumlah tujuh macam, atau pitu dalam bahasa Jawa, bermakna Pitulungan pertolongan. Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam Surat al Isra’ ayat 80 وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا “Dan katakanlah, Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah pula aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” QS. Al-Isra 80 Tumpeng ini menjadi bahan untuk menyadarkan masyarakat mengenai tafsir ayat tersebut, yang berarti “Matikan aku dengan kematian sebagai orang yang benar dan bangkitkan aku pada hari kiamat sebagai orang yang benar”, atau “Masukkan aku dalam wilayah perintah dan keluarkan aku dari wilayah larangan”, termasuk “Masukkan aku ke dalam wilayah aman dan keluarkan aku dari wilayah kemusyrikan.” Makna ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, terkait turunnya ayat tersebut yang berkaitan dengan kehijrahan Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah Tafsir al-Qurthubi, 10/312. Tradisi penyajian tumpeng tersebut dilakukan, dengan diawali pembacaan al-Qur’an dan doa-doa kepada Allah Ta’ala, lalu bersedekah kepada sesama. Hal-hal ini tidak bertentangan, bahkan dianjurkan oleh agama. Makna serupa dapat dipahami dalam tradisi lainnya, seperti kenduri, selametan, sajian kue apem, ketupat, pembangunan gapura, dan sebagainya. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, murid Syaikh Ibnu Taimiyah membagi kemunkaran menjadi empat macam, salah satunya adalah mengganti perbuatan menyimpang dengan perbuatan serupa yang tidak menyimpang’ an yakhlufahu ma huwa mitsluh. Menurutnya, metode ini adalah wilayah ijtihadiyah, artinya boleh dilakukan sesuai kriterianya lihat I’lam al-Muwaqqi’in, Vol 3, hal 12. Sedangkan minimalisasi adalah metode dakwah dengan memperkecil dampak negatif dari suatu praktik tradisi menyimpang yang tidak diapat diasimilasi. Minimalisasi merupakan proses dakwah yang belum selesai dan terus mengalami proses. Contohnya adalah tradisi yang sampai saat ini masih berlaku pada sebagian masyarakat pesisir yang melarung kepala kerbau ke laut pada waktu-waktu tertentu. Asal mula tradisi tersebut adalah pelarungan kepala gadis atau perawan. Praktik menyimpang ini diminimalisasi dampak negatifnya dengan mengganti kepala gadis dengan kepala kerbau. Para ulama dalam dakwahnya banyak mengembangkan pola dan metode ini. Dalam pembagian model kemunkaran ala Ibnu Qayyim al-Jauziyah, metode ini disebut dengan mengurangi kadar kemunkaran’ an yaqilla wa in lam yazul bi jumlatihi. Meski kemungkaran tersebut belum hilang sepenuhnya, menurutnya, metode ini dilegitimisi oleh syari’at masyru’. Dia mencontohkan suatu kisah yang terjadi pada gurunya, Syaikh Ibnu Taimiyah. Suatu hari ia berjalan bersama beberapa sahabatnya di era kekuasaan Tatar. Di tengah perjalan mereka menemui beberapa orang yang sedang meminum minuman keras. Kawan Ibnu Taimiyah mengingkari perbuatan mereka. Namun, pengingkaran tersebut justru diingkari oleh Ibnu Taimiyah, dengan mengatakan إنَّمَا حَرَّمَ اللَّهُ الْخَمْرَ لِأَنَّهَا تَصُدُّ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنْ الصَّلَاةِ، وَهَؤُلَاءِ يَصُدُّهُمْ الْخَمْرُ عَنْ قَتْلِ النُّفُوسِ وَسَبْيِ الذُّرِّيَّةِ وَأَخْذِ الْأَمْوَالِ فَدَعْهُمْ. “Allah mengharamkan khamer karena benda itu dapat menghalangi orang dari berdzikir dan shalat, sedangkan orang-orang itu dihalangi oleh khamernya untuk membunuh orang, menawan anak, dan mengambil harta yang bukan haknya. Biarkanlah mereka.” lihat I’lam al-Muwaqqi’in, Vol 3, hal 13. Ibnu Taimiyah membiarkan sekumpulan orang yang sedang pesta minuman keras itu, bukan berarti merestui perbuatan munkar mereka. Namun, lebih pada suatu cara atau metode dalam berdakwah, guna mengurangi dampak negatifnya minimalisasi. Dalam masalah lain yang lebih besar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menasihatkan مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ مَا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَتِهِ “Barang siapa melihat sesuatu yang tidak dia sukai pada pemimpinnya, maka hendaknya dia bersabar dan jangan sampai dia keluar dari ketaatan kepadanya.” Teks hadits tersusun dari dua hadits, riwayat al-Bukhari [7054] dan Muslim [1849] Perbuatan pemimpin yang tidak disukai merupakan penyimpangan, dan pembiarannya bukan merupakan ridha pada kemunkaran. Namun lebih bermakna sebagai minimalisasi dampak negatif ini. Berbagai fitnah yang terjadi di tengah umat Islam, baik dalam skala besar maupun kecil, disebabkan oleh ketidakpedulian pada metode dakwah ini dan ketidaksabaran dalam menghadapi kemunkaran. Pihak-pihak tertentu secara frontal berdalih menghilangkan suatu penyimpangan, namun justru melahirkan fitnah yang lebih besar dari penyimpangan itu. Ibnu Qayyim mengingatkan, tidak boleh melakukan bentuk-bentuk pengingkaran yang justru menimbulkan kemunkaran lebih besar dan lebih dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Mengingkari pemimpin dengan cara memberontak mereka, misalnya, adalah penyebab utama terjadinya berbagai fitnah dalam rentang perjalanan sejarah umat Islam. Ketiga Manfaat Kajian Al-Tsamrah Ke depannya, kajian Islam Nusantara dan sebagai pengembangan model dakwah yang berbasis kearifan lokal diharapkan dapat terbangung paradigma keilmuan berbasis sosio-episteme kenusantaraan, dan sebagai pijakan atas ketahanan serta kedaulatan budaya dan peradaban bangsa Indonesia dalam menghadapi benturan antar peradaban class of civilization dengan ideologi-ideologi berbahaya yang berbasis pada ekstrimisme, materialisme, liberalisme, hedoniisme, sekularisme dan lainnya. Sekaligus mencoba menawarkan bahwa budaya dan peradaban Islam Nusantara bisa sebagai alternatif pembangunan kebudayaan dan peradaban dunia lebih berperikemanusiaan melawan hegemoni kebudayaan dan peradaban westernisme dan kofusianisme. Keempat Perbandingan Dan Hubungannya Dengan Ilmu/Istilah Lain Al-Nisbah Kemunculan istilah Islam Nusantara dengan pengertian dan karakteristiknya tersebut di atas, tidak menafikan metode dakwah lain, selagi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang tawassuth, tawazun, i’tidal, dan tasamuh. Demikian pula, istilah Islam Nusantara tidak menafikan keberadaan Islam di negara atau wilayah lain. Perbedaan antara Islam Nusantara sebagai metodologi dakwah dengan metode yang dikembangkan di wilayah lain, baik di Afrika, Eropa, atau di wilayah Arab adalah ikhtilaf tanawwu’ perbedaan yang tidak saling menafikan, bukan ikhtilaf tadhadh perbedaan yang saling menafikan, karena tiap daerah memiliki karakteristiknya sendiri. Sebagai ikhtilaf tanawwu’, keberadaan Islam Nusantara memperkaya khazanah dan metode dakwah keislaman sesuai dengan karakter wilayah ini, serta tidak menafikan universalitas syumuliyah Islam. Bahkan kehadiran Islam Nusantara memperkaya kajian akademik dan akan melahirkan spesialisasi-spesialisasi keilmuan yang berwatak nusantara terutama ilmu-ilmu sosial seperti ilmu sejarah, sosiologi, antropologi, filologi, histeriografi, pendidikan, ekonomi, politik, hukum dan ilmu sosial maupun alam lainnya. Kelima Keistimewaan Al-Fadhl Keistimewaan kajian Islam Nusantara akan melahirkan sistem ilmu pengetahuan yang berwatak dan berkarakter sosial-nusantara dan mendorong tindakan-tindakan emansipatif demi tugas pencerdasan, humanisasi dan kesejahteraan sosial. Hal ini sebagai counter discourse terhadap sistem-sistem ilmu pengetahuan yang berkarakter anti sosial, hanya berputar-putar pada ranah kognisi sehingga melahirkan kejahatan intelektual, dominasi kekuasaan/superioritas keilmuan scienticism dan kediktatoran teknologis. Kajian-kajian keilmuan di Nusantara bahkan dunia selama ini baik ilmu sosial maupun ilmu alam memiliki kecenderungan positivisme, dogmatisme, ideologisme, metodologisme dan teknologisme yang ekstrim sehingga mengakibatkan hilangnya ciri sosial dan kemanusiaannya. Sepertinya ilmu-ilmu tersebut datang dari langit bukan berangkat dan dikonstruksi oleh manusia-manusia nusantara dan dari bumi nusantara yang dipijaknya. Pada umumnya ilmu-ilmu tersebut adalah produk impor dan ditemukan oleh ilmuwan-ilmuwan asing bukan original karya insan nusantara. Selain itu Islam Nusantara sebagai metodologi dakwah berguna juga untuk memetakan obyek dan strategi dakwah yang sesuai dengan karakter masyarakat di Nusantara, baik itu melalui kontekstualisasi, pribumisasi atau pun apa istilahnya terhadap manusia-manusia yang berada di bumi nusantara. Keenam Perintis Al-Wadhi’ Perintis istilah Islam Nusantara adalah organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama NU melalui para akademisi Pascasarjana STAINU/UNU Jakarta. Meski tentu bukan istilah baru, namun Islam Nusantara secara khusus dikampanyekan oleh organisasi ini dan secara resmi menjadi tema besar Muktamar Ke-33 NU pada 1-5 Agustus 2015, di Jombang, Jawa Timur. Ketujuh Sebutan Resmi Al-Ism Islam Nusantara. Kedelapan Sumber Pengambilan Kajian Al-Istimdad Manusia-manusia nusantara adalah aktor dan sekaligus kreator disiplin kajian Islam Nusantara. Kajian tersebut berangkat dari kepekaan batin, kepedulian sosial dan ketajaman intelektual muslim nusantara akan melahirkan ilmu pengetahuan, budaya dan peradaban yang berbasis dari sosial-nusantara. Namun secara normatif kajian ini tetap bersumber pada Al-Qur’an, Hadits, dan ijtihad ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah, baik berupa produk hukum dan fatwa dari nalar muslim nusantara berupa hasil bahtsul masail, tarjih, majlis hisbah dan lainnya. Disamping itu fenomena sosial dan gejala-gejala alam di bumi nusantara juga merupakan sumber empirik kajian ini. Budaya dan peradaban yang termanifestasi di dalam seni, tradisi dan adat istiadat manusia-manusia nusantara merupakan terpenting yang bisa dinegasikan dalam diskursus ini. Kesembilan Hukum Mempelajarinya Al-Hukm Al-Syar’i Jikalau kajian Islam Nusantara merupakan metodologi dan perspektif baru bagi seorang muslim nusantara maka hukumnya adalah wajib dipelajari bagi para juru dakwah yang berketetapan hati bahwa Islam Nusantara merupakan suatu cara yang bertujuan untuk menegakkan ajaran Allah SWT di muka bumi ini li I’lai kalimatillah hiya al-ulya, serta suatu cara yang bertujuan untuk menghindari fitnah dan bahaya mafsadah lebih besar dalam proses dakwah dan amar ma’ruf nahyi munkar di wilayah Nusantara. Kesepuluh Pokok-pokok Masalah yang Dikaji Al-Masail Pokok pokok yang dikaji dalam Islam Nusantara antara lain; kajian tentang tradisi dan karakteristik masyarakat Nusantara, genelogi keilmuan, sanad ilmu, sanad spiritual, bahsul masail, tarjih, hisbah, pranata sosial Islam Indonesia, sejarah sosial dan intelektual muslim nusantara, filologi, sosiologi, antropologi, sejarah, historiografi, metode tahqiq, matan, syarah, hamisy, studi pesantren, metodologi pembelajaran, ekonomi, hukum, politik dan lain sebagainya. Wallahu a’lam. * Prof. Dr. M. IsomYusqi, Direktur Pascasarjana STAINU Jakarta; Faris Khoirul Anam, pengurus Aswaja NU Center Jatim
KBk6. mjq4v2frw5.pages.dev/164mjq4v2frw5.pages.dev/64mjq4v2frw5.pages.dev/653mjq4v2frw5.pages.dev/243mjq4v2frw5.pages.dev/398mjq4v2frw5.pages.dev/806mjq4v2frw5.pages.dev/893mjq4v2frw5.pages.dev/828mjq4v2frw5.pages.dev/120mjq4v2frw5.pages.dev/444mjq4v2frw5.pages.dev/771mjq4v2frw5.pages.dev/117mjq4v2frw5.pages.dev/164mjq4v2frw5.pages.dev/516mjq4v2frw5.pages.dev/12
kata mabadi berasal dari bahasa arab yang berarti